BAB I.
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pemantauan
Wilayah Setempat (PWS) telah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1985.
Pada saat itu pimpinan puskesmas maupun pemegang program di Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota belum mempunyai alat pantau yang dapat memberikan data yang
cepat sehingga pimpinan dapat memberikan respon atau tindakan yang cepat dalam
wilayah kerjanya. PWS dimulai dengan program Imunisasi yang dalam
perjalanannya, berkembang menjadi PWS-PWS lain seperti PWS-Kesehatan Ibu dan
Anak (PWS KIA) dan PWS Gizi.
Pelaksanaan
PWS imunisasi berhasil baik, dibuktikan dengan tercapainya Universal Child
Immunization (UCI) di Indonesia pada tahun 1990. Dengan dicapainya cakupan
program imunisasi, terjadi penurunan AKB yang signifikan. Namun pelaksanaan PWS
dengan indikator Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) tidak secara cepat dapat
menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) secara bermakna walaupun cakupan pelayanan
KIA meningkat, karena adanya faktor-faktor lain sebagai penyebab kematian ibu
(ekonomi, pendidikan, sosial budaya, dsb). Dengan demikian maka PWS KIA perlu
dikembangkan dengan memperbaiki mutu data, analisis dan penelusuran data.
Angka
Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Neonatus (AKN), Angka Kematian Bayi (AKB),
dan Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan beberapa indikator status
kesehatan masyarakat. Dewasa ini AKI dan AKB di Indonesia masih tinggi
dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Menurut data Survei Demografi
Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, AKI 228 per 100.000 kelahiran
hidup, AKB 34 per 1.000 kelahiran hidup, AKN 19 per 1.000 kelahiran hidup,
AKABA 44 per 1.000 kelahiran hidup.
Penduduk
Indonesia pada tahun 2007 adalah 225.642.000 jiwa dengan CBR 19,1 maka terdapat
4.287.198 bayi lahir hidup. Dengan AKI 228/100.000 KH berarti ada 9.774 ibu meninggal
per tahun atau 1 ibu meninggal tiap jam oleh sebab yang berkaitan dengan
kehamilan, persalinan dan nifas. Besaran kematian Neonatal, Bayi dan Balita
jauh lebih tinggi, dengan AKN 19/1.000 KH, AKB 34/1.000 KH dan AKABA 44/1.000
KH berarti ada 9 Neonatal, 17 bayi dan 22 Balita meninggal tiap jam.
Berdasarkan
kesepakatan global (Millenium Development Goals/MDGs, 2000) pada
tahun 2015 diharapkan Angka Kematian Ibu menurun sebesar tiga-perempatnya dalam
kurun waktu 1990-2015 dan Angka Kematian Bayi dan Angka Kematian Balita menurun
sebesar dua-pertiga dalam kurun waktu 1990-2015. Berdasarkan hal itu Indonesia
mempunyai komitmen untuk menurunkan Angka Kematian Ibu menjadi 102/100.000 KH,
Angka Kematian Bayi dari 68 menjadi 23/1.000 KH, dan Angka Kematian Balita
97 menjadi 32/1.000 KH pada tahun 2015.
Penyebab
langsung kematian Ibu sebesar 90% terjadi pada saat persalinan dan segera
setelah persalinan (SKRT 2001). Penyebab langsung kematian Ibu adalah
perdarahan (28%), eklampsia (24%) dan infeksi (11%). Penyebab tidak langsung
kematian Ibu antara lain Kurang Energi Kronis/KEK pada kehamilan (37%)
dan anemia pada kehamilan (40%). Kejadian anemia pada ibu hamil ini akan
meningkatkan risiko terjadinya kematian ibu dibandingkan dengan ibu yang tidak
anemia. Sedangkan berdasarkan laporan rutin PWS tahun 2007, penyebab langsung
kematian ibu adalah perdarahan (39%), eklampsia (20%), infeksi (7%) dan
lain-lain (33%).
Menurut RISKESDAS
2007, penyebab kematian neonatal 0 – 6 hari adalah gangguan pernafasan
(37%), prematuritas (34%), sepsis (12%), hipotermi (7%), kelainan darah/ikterus
(6%), postmatur (3%) dan kelainan kongenital (1%). Penyebab kematian neonatal 7
– 28 hari adalah sepsis (20,5%), kelainan kongenital (19%), pneumonia (17%), Respiratori
Distress Syndrome/RDS (14%), prematuritas (14%), ikterus (3%), cedera lahir
(3%), tetanus (3%), defisiensi nutrisi (3%) dan Suddenly Infant Death
Syndrome/SIDS (3%). Penyebab kematian bayi (29 hari – 1 tahun) adalah diare
(42%), pneumonia (24%), meningitis/ensefalitis (9%), kelainan saluran cerna
(7%), kelainan jantung kongenital dan hidrosefalus (6%), sepsis (4%), tetanus
(3%) dan lain-lain (5%). Penyebab kematian balita (1 – 4 tahun) adalah diare
(25,2%), pneumonia (15,5%), Necrotizing Enterocolitis E.Coli/NEC
(10,7%), meningitis/ensefalitis (8,8%), DBD (6,8%), campak (5,8%), tenggelam
(4,9%) dan lain-lain (9,7%).
Upaya untuk
mempercepat penurunan AKI telah dimulai sejak akhir tahun 1980-an melalui
program Safe Motherhood Initiative yang mendapat perhatian
besar dan dukungan dari berbagai pihak baik dalam maupun luar negeri. Pada
akhir tahun 1990-an secara konseptual telah diperkenalkan lagi upaya untuk
menajamkan strategi dan intervensi dalam menurunkan AKI melalui Making
Pregnancy Safer (MPS) yang dicanangkan oleh pemerintah pada
tahun 2000. Sejak tahun 1985 pemerintah merancang Child Survival (CS)
untuk penurunan AKB. Kedua Strategi tersebut diatas telah sejalan dengan
Grand Strategi DEPKES tahun 2004.
Rencana
Strategi Making Pregnancy Safer (MPS) terdiri dari 3 pesan kunci dan 4
strategi.
Tiga pesan
kunci MPS adalah :
- Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih.
- Setiap komplikasi obsetri dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat.
- Setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap upaya pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran.
Empat
strategi MPS adalah :
- Peningkatan kualitas dan akses pelayanan kesehatan Ibu dan Bayi dan Balita di tingkat dasar dan rujukan.
- Membangun kemitraan yang efektif.
- Mendorong pemberdayaan perempuan, keluarga dan masyarakat.
- Meningkatkan Sistem Surveilans, Pembiayaan, Monitoring dan informasi KIA.
Rencana
Strategi Child Survival (CS) terdiri dari 3 pesan kunci dan 4 strategi.
Tiga pesan
kunci CS adalah:
- Setiap bayi dan balita memperoleh pelayanan kesehatan dasar paripurna.
- Setiap bayi dan balita sakit ditangani secara adekuat.
- Setiap bayi dan balita tumbuh dan berkembang secara optimal.
Empat
strategi CS adalah:
- Peningkatan akses dan cakupan pelayanan kesehatan ibu, bayi baru lahir dan balita yang berkualitas berdasarkan bukti ilmiah
- 2. Membangun kemitraan yang efektif melalui kerjasama lintas program, lintas sektor dan mitra lainnya dalam melakukan advokasi untuk memaksimalkan sumber daya yang tersedia serta memantapkan koordinasi perencanaan kegiatan MPS dan child survival.
- Mendorong pemberdayaan wanita dan keluarga melalui kegiatan peningkatan pengetahuan untuk menjamin perilaku yang menunjang kesehatan ibu, bayi baru lahir dan balita serta pemanfaatan pelayanan kesehatan yang tersedia.
- Mendorong keterlibatan masyarakat dalam penyediaan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu, bayi baru lahir dan balita.
Sehubungan
dengan penerapan sistim desentralisasi dan memperhatikan PP 38/2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi,
dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan PP 41/2007 tentang Struktur Organisasi
Pemerintah di Daerah, maka pelaksanaan strategi MPS di daerahpun diharapkan
dapat lebih terarah dan sesuai dengan permasalahan setempat. Dengan adanya
variasi antar daerah dalam hal demografi dan geografi maka kegiatan dalam
program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) perlu disesuaikan.
Agar
pelaksanaan program KIA dapat berjalan lancar, aspek peningkatan mutu pelayanan
program KIA tetap diharapkan menjadi kegiatan prioritas ditingkat
Kabupaten/Kota. Peningkatan mutu program KIA juga dinilai dari besarnya cakupan
program di masing-masing wilayah kerja. Untuk itu, besarnya cakupan pelayanan
KIA di suatu wilayah kerja perlu dipantau secara terus menerus, agar diperoleh
gambaran yang jelas mengenai kelompok mana dalam wilayah kerja tersebut yang
paling rawan. Dengan diketahuinya lokasi rawan kesehatan ibu dan anak, maka
wilayah kerja tersebut dapat lebih diperhatikan dan dicarikan pemecahan masalahnya.
Untuk memantau cakupan pelayanan KIA tersebut dikembangkan sistem Pemantauan
Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA).
B.
Pengertian
Pemantauan
Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA) adalah alat manajemen untuk
melakukan pemantauan program KIA di suatu wilayah kerja secara terus menerus,
agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat. Program KIA yang
dimaksud meliputi pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan
komplikasi kebidanan, keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir
dengan komplikasi, bayi, dan balita. Kegiatan PWS KIA terdiri dari pengumpulan,
pengolahan, analisis dan interpretasi data serta penyebarluasan informasi ke
penyelenggara program dan pihak/instansi terkait dan tindak lanjut.
Definisi dan
kegiatan PWS tersebut sama dengan definisi Surveilens. Menurut WHO, Surveilens
adalah suatu kegiatan sistematis berkesinambungan, mulai dari kegiatan
mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasikan data yang untuk selanjutnya
dijadikan landasan yang esensial dalam membuat rencana, implementasi dan
evaluasi suatu kebijakan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, pelaksanaan
surveilens dalam kesehatan ibu dan anak adalah dengan melaksanakan PWS KIA.
Dengan PWS
KIA diharapkan cakupan pelayanan dapat ditingkatkan dengan menjangkau seluruh
sasaran di suatu wilayah kerja. Dengan terjangkaunya seluruh sasaran maka
diharapkan seluruh kasus dengan faktor risiko atau komplikasi dapat ditemukan
sedini mungkin agar dapat memperoleh penanganan yang memadai.
Penyajian
PWS KIA juga dapat dipakai sebagai alat advokasi, informasi dan komunikasi
kepada sektor terkait, khususnya lintas sektor setempat yang berperan dalam
pendataan dan penggerakan sasaran. Dengan demikian PWS KIA dapat digunakan
untuk memecahkan masalah teknis dan non teknis. Pelaksanaan PWS KIA harus
ditindaklanjuti dengan upaya perbaikan dalam pelaksanaan pelayanan KIA,
intensifikasi manajemen program, penggerakan sasaran dan sumber daya yang
diperlukan dalam rangka meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan KIA. Hasil
analisis PWS KIA di tingkat puskesmas dan kabupaten/kota dapat digunakan untuk
menentukan puskesmas dan desa/kelurahan yang rawan. Demikian pula hasil
analisis PWS KIA di tingkat propinsi dapat digunakan untuk menentukan
kabupaten/kota yang rawan.
C. Tujuan
Tujuan umum
:
Terpantaunya
cakupan dan mutu pelayanan KIA secara terus-menerus di setiap wilayah kerja.
Tujuan
Khusus :
- Memantau pelayanan KIA secara Individu melalui Kohort
- Memantau kemajuan pelayanan KIA dan cakupan indikator KIA secara teratur (bulanan) dan terus menerus.
- Menilai kesenjangan pelayanan KIA terhadap standar pelayanan KIA.
- Menilai kesenjangan pencapaian cakupan indikator KIA terhadap target yang ditetapkan.
- Menentukan sasaran individu dan wilayah prioritas yang akan ditangani secara intensif berdasarkan besarnya kesenjangan.
- Merencanakan tindak lanjut dengan menggunakan sumber daya yang tersedia dan yang potensial untuk digunakan.
- Meningkatkan peran lintas sektor setempat dalam penggerakan sasaran dan mobilisasi sumber daya.
- Meningkatkan peran serta dan kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan KIA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar